Senin, 17 Juni 2013

BUDIDAYA TANAMAN KAYU PUTIH

BUDIDAYA TANAMAN KAYU PUTIH
  1. PENDAHULUAN
Kayu putih (Melaleuca cajuputi sub sp. cajuputi) tersebar secara alami di kepulauan Maluku dan Australia bagian utara. Jenis ini telah berkembang luas di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Maluku dengan memanfaatkan daunnya untuk disuling secara tradisional oleh masyarakat maupun secara komersial menjadi minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi maupun asam dan toleran ditempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran.Penelitian P3BPTH pada Kebun Benih semai uji keturunan jenis Kayu putih di Gunungkidul diperoleh estimasi peningkatan genetik untuk rendemen minyak sebesar 21% terhadap rata-rata populasi pada kebun benih, akan tetapi bila dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan dari pabrik, peningkatan rendemen minyak lebih dari 100%. Terhadap kadar 1,8 cyneole, peningkatan yang dihasilkan sebesar 10%. Sedangkan untuk sifat pertumbuhan tanaman diperoleh peningkatan sebesar 15 - 20%.  Dengan peningkatan rendemen minyak sebesar 100%, maka diharapkan produksi minyak kayu putih dapat ditingkatkan menjadi lebih dari 2 kali dengan luasan tanaman yang sama (Susanto, M. 2001).Pembuatan bibit dapat dilakukan secara generatif (biji) dan vegetatif.  
  1. PEMBUATAN BIBIT  
2.1.    Secara Generatif  
Tahapan yang harus diperhatikan dalam pembuatan bibit secara generatif adalah pengumpulan benih dan kegiatan di persemaian.  
2.1.1. Pengumpulan Benih  
Beberapa hal yang pertu diperhatikan untuk mendapatkan benih kayu putih yang baik adalah :  
    1. Pohon induk terseleksi yang dipilih harus memiliki fenotip dan genotipe unggul seperti : sehat, pertajukan rindang, berbuah lebat serta mempunyai kandungan rendemen minyak dan kandungan sineol yang tinggi.  
    2. Pohon induk dipilih dari sumber benih yang baik, yaitu dari Kebun Benih, atau dari Areal Produksi Benih (APB) ataupun dari pohon yang terseleksi (pohon plus).  
    3. Pengumpulan buah sebaiknya pada musim panen raya.  Biasanya musim berbunga mulai bulan Maret dan masa berbuah lebat pada bulan September.  
    4. Pohon induk yang berbuah lebat dipanjat untuk memilih buah yang telah masak, yaitu yang berwama kecoklatan.  
    5. Memetik buah yang masak dari tangkai buah dan tidak perlu memotong dahan, agar pohon induk tidak terganggu proses reproduksinya.  
    6. Pemisahan benih (ekstraksi benih) dari buah yang masak sangat mudah, cukup dijemur di bawah sinar matahari dan benih akan lepas dengan sendirinya.  
    7. ukuran benih kayu putih sangat halus, sehingga pada waktu pengumpulan benih agar menghindari dari tiupan angin.  Setiap gram benih kayu putih yang baik rata-rata dapat menghasilkan 2.700 bibit (Doran et al, 1998, dalam Susanto, 2001).  
    8. Penyimpanan benih di lakukan pada kondisi kering dengan kelembaban 5 - 8% dalam refrigerator (lemari es) pada suhu 3-5oC. Dengan kondisi demikian benih dapat bertahan sampai beberapa tahun.  
2.1.2. Persemaian  
Persyaratan areal persemaian antara lain mudah dijangkau, sumber air (ketersediaan air) cukup, topografi relatif datar, tenaga kerja relatif mudah diperoleh, terhindar dari penggembalaan dan terdapat saluran (drainase) pembuangan air yang baik.  
Persiapan media tabur :
    • Menyiapkan bak tabur dengan lubang drainase dibawahnya.  Bak tabur tidak perlu terlalu luas karena ukuran benih sangat halus, cukup dengan bak plastik ukurati 25 x 35 x 10 cm beberapa buah.  
    • Media tabur cukup menggunakan pasir steril dengan cara dijemur dibawah sinar matahari, atau digoreng kering (sangrai), atau disemprot dengan fungisida (Benlate).
    • Media tabur tidak padat, dan harus mempunyai porositas yang baik (pasir) sehingga tidak merusak perakaran pada saat disapih.  
    • Pada tahap ini media tidak perlu subur atau dipupuk, karena sifatnya sementara dan kecambah masih memiliki nutrisi bawaan dari lembaganya (cotyledon)  
Penaburan  
    1. Benih sebelum ditabur sebaiknya dicampur pasir halus yang steril, agar benih tidak menggumpal (menggerombol) mengingat ukuran benih sangat halus.  
    2. Benih ditabur merata di atas bak tabur, kemudian ditutup dengan sedikit lapisan pasir halus agar benih tidak mudah terbang  
    3. Untuk menjaga kelembaban dan tiupan angin, sebaiknya bak tabur ditutup plastik transparan (sungkup)  
    4. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan sprayer halus pada pagi dan sore hari agar media tabur selalu basah (lembab). Setelah pekerjaan penyiraman selesai, plastik ditutup kembali, karena benih akan berkecambah apabila cahaya, oksigen dan air cukup tersedia.  
    5. Setelah ± 5 hari dibedeng tabur benih mulai berkecambah, dan + 2 minggu siap untuk dipindah ke bedeng sapih.
Persiapan penyapihan  
    1. Menyiapkan bedeng sapih dengan ukuran 5m x 1m agar memudahkan dalam perawatan.  
    2. Media sapih yang digunakan sebaiknya mempunyai kandungan nutrisi yang lebih lengkap, yaitu dengan menggunakan media tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 7:2:1.  
    3. Media dimasukkan kedalam kantong plastik (polybag).  Ukuran polybag yang digunakan tidak perlu terlalu besar, karena batang dan tajuk semai kayu putih ukurannya relatif ramping, sehingga cukup menggunakan ukuran 9cm x 12cm.
    4. Apabila menggunakan potrays, maka media yang digunakan adalah yang dapat kompak dengan akar serabut tanaman, sehingga pada saat dilepas dari potrays media tidak hancur.  Disarankan menggunakan bahan organik tanaman dicampur dengan kompos.  
    5. Kantong plastik (polybag) sebaiknya disusun teratur di bedeng sapih yang telah disiapkan, untuk memudahkan perawatan dan menghitung jumlah bibit.  
    6. Pemasangan naungan cabaya (paranet 75%) selama 3 bulan agar intensitas cabaya tidak terlalu tinggi terutama pada saat siang hari dan lebih baik lagi naungan dapat dibuka pada pagi hari agar cahaya pagi (ultra violet) dapat mengenai bibit dan media sehingga pertumbuhan bibit lebih sehat.  
    7. Pemasangan sungkup plastik transparan di bedeng sapih agar kelembaban dapat terjaga.  Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan pemberian sungkup plastik transparan dapat menekan kematian bibit.  Pekerjaan ini sebaiknya sudah siap sebelum dilakukan pekerjaan penaburan.  
Penyapihan  
    1. Karakteristik semai kayu putih sangat khas dibandingkan jenis tanaman hutan lainnya sehingga memerlukan perlakuan khusus.  
    2. Setelah bibit berada selama 2 minggu di bedeng tabur, atau tumbuh daun 2 helai atau lebih dan tinggi lebih dari 1cm, maka bibit segera dipindahkan ke bedeng sapih.  Penyapihan sebaiknya menggunakan alat pinset, karena kondisi semai sangat kecil dan peka terhadap gesekan.  
    3. Apabila jarak antara bak tabur berjauhan dengan areal penyapihan, maka bibit dari bedeng tabur diambil dan dipindahkan ke kotak plastik yang berisi air bersih, agar bibit tidak cacat dan tidak kekeringan.  
    4. Dibuat lubang tanam pada media sapih di polybag sedalam panjang akarnya (3-5cm) agar perakaran tidak melipat/patah. Bibit ditanam perlahan kemudian ditutup dengan media serta dipadatkan dengan ditekan perlahan.  Diusahakan agar perakaran jangan sampai melipat.  
    5. Setelah disapih, dilakukan penyiraman halus (kabut) dengan menggunakan pompa sprayer (nozel halus), mengingat tinggi bibit rata-rata 1 cm, dan mudah roboh.  
    6. Lebih baik dipasang sungkup plastik agar kelembaban lingkungan bibit dapat terjaga dan bibit terlindungi dari gangguan hama pengganggu (burung, belalang, katak, tikus dan sebagainya).  Sungkup dapat dibuka setelah semai berumur 8 minggu.  
Pemeliharaan  
Penyiraman sampai umur 2 bulan dengan sprayer halus, dilakukan pada pagi dan sore hari.  Pada fase in kecambah kayu putih pertumbuhannya lambat, bahkan tampak seperti berhenti (dorman) berkisar antara 7-8 minggu.  Tinggi semai rata-rata masih 1-2cm, sehingga penyiraman perlu dilakukan dengan hati-hati karena sistem perakaran dan batang masih sangat rentan dan mudah patah.  
Penggunakan alat sprayer halus akan berdampak baik terhadap bibit karena dapat mengurangi pengaruh kinetik semprotan air terhadap semai yang baru berkecambah.  
Setelah tinggi bibit lebih dari 15 cm, penyiraman dapat menggunakan sprayer yang agak besar atau gembor, karena kondisi perakaran cukup kuat.  Penyiraman dilakukan 2 kali sehari secara rutin pada pagi dan sore.  
Penyiangan (weeding), yaitu pekeraan pembersihan dari tanaman pengganggu yang ada pada polybag (biasanya dari jenis rumput) dilakukan setiap hari.  Penyiangan dilakukan dengan hati-hati karena akan mengganggu akar kayu putih. Apabila gulmanya lebih besar dari kayu putih, lebih baik batang gulma dipotong/ digunting.  
Pendangiran, berupa pekerjaan penggemburan permukaan media agar aerasi menjadi baik dan perakaran menjadi sempurna.  Dilakukan bersamaan dengan pekerjaan pembersihan gulma.  
Untuk memacu pertumbuhan bibit dapat dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK (I5:15:15), yang dilarutkan dan disemprotkan setiap 2 minggu sekali.  Atau pemberian pupuk butiran NPK sebanyak 2-3 butir per polybag setiap 2 minggu sekali.  
Hama yang umumnya menyerang dan mengganggu di persemaian adalah ulat dan belalang.  Serangan hama pengganggu dapat dicegah dengan cara penyemprotan insektisida.  Binatang pengganggu yang umumnya dijumpai adalah burung yang mencari makanan di persemaian.  Pencegahan dilakukan dengan memberi naungan berupa sharlon/paranet, atau menggunakan sungkup plastik.  
Penyakit yang umumnya dijumpai di persemaian adalah jamur yang dapat dicegah dengan penyemprotan fungisida.  Diupayakan juga dengan membuat saluran pembuangan air disekitar bedengan, agar tidak terjadi genangan air.  
Pemotongan cabang/bakal cabang dan akar yang keluar menembus polybag pada bibit tua yang belum dipindah ke lapangan, dimaksudkan agar percabangan tidak terlalu banyak dan akar bibit tidak rusak pada saat dipindahkan kelapangan  
2.2.    Secara vegetatif  
Pembiakan secara vegetatif pada tanaman kayu putih telah dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan tujuan untuk mempertahankan sifat induknya.  
Berikut beberapa teknik pembiakan vegetatif kayu putih yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (P3BPTH) Yogyakarta.  
2.2.1.   Pembuatan stek pucuk dengan teknik rejuvinasi stek cabang  
Beberapa hal penting dalam teknik pembuatan stek pucuk dengan teknik rejuvenasi stek cabang yaitu sebagai berikut:
    1. Pengambilan cabang dari pohon induk hasil seleksi di hutan tanaman kayu putih dengan cara cabang dipotong dari bagian terbawah sepanjang 40cm dan diameter 2 - 4 cm. Ujung cabang ditutup lilin untuk menghambat kekeringan, selanjutnya cabang direndam dalam air pada bak plastik dengan kedalaman 5cm dan air selalu diganti setiap hari.  
    2. Penanaman cabang dalam bak berisi pasir ditutup dengan sungkup plastik pada kedalaman 10cm.  Perlu diperhatikan bahwa bagian bawah bak di beri lubang, sehingga bak tidak tergenang air.  
    3. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan sprayer halus serta penambahan air kedalam bak pasir apabila kelembabannya kurang.  
    4. Menjaga lingkungan pembiakan, yaitu dengan menjaga kelembaban dalam bak sungkup diatas 80%, suhu ruangan dibawah 30oC dan diberi naungan dengan intensitas cahaya 75% pada siang hari.
    5. Setelah berumur 1,5 bulan, stek akan menghasilkan trubusan dan dapat diambit stek pucuknya  
    6. Materi stek pucuk diambil dari trubusan tersebut dengan cara memotong daunnya dan ditinggalkan sepertiga bagian untuk mengurangi tingkat penguapan.  Pemangkasan dan penanaman stek dilakukan pada pagi hari (sebelum jam 1O pagi) kemudian dicelupkan pada larutan Rootone F dengan konsentrasi 50% sekitar 30 detik
    7. Penanaman stek pucuk pada pot plastik berisi media pasir yang disusun dalam bak stek yang diberi sungkup.  Teknik ini disamping biayanya relatif murah dapat menghasilkan presentase tumbuh yang baik yaitu sebesar 57%,.  
2-2.2. Stek pucuk dari kebun pangkas  
Langkah yang perlu dilakukan dalam teknik pembuatan stek pucuk dari kebun pangkas adalah:  
    1. Pemilihan tunas yang tumbuh autotrop (ke atas) pada tanaman kayu putih yang telah dipangkas.  Tunas yang baik adalah yang tidak terlalu tua atau terlalu muda, dengan panjang sekitar 30cm.  Panjang stek kurang lebih 3-4 ruas ( ±10cm) dan dari satu tunas dapat diambil sampai 3 stek.  
    2. Penanaman stek pucuk dilakukan pada bedeng stek dengan media pasir dan sebelumnya bagian pangkal stek diolesi Rootone F. Bedeng segera ditutup sungkup plastik untuk memelihara kelembaban diatas 80%.  
    3. Pemeliharaan stek dilakukan dengan penyiraman sesering mungkin dengan sprayer tangan.  Setelah 2 bulan, stek siap dipindahkan ke kantong bibit/polybag yang berisi media tanah + pupuk kandang (1:1) untuk memacu pertumbuhan yang lebih baik.  Setelah 2-3 bulan di persemaian, bibit telah siap ditanam di lapangan.  
2.2.3. Stek akar  
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pembuatan stek akar adalah :  
    1. Dipilih bahan tanaman untuk stek dari pohon induk yang baik (sehat).  
    2. Pemotongan bahan stek sepanjang 15-20cm.
    3. Perendaman bahan stek dalam larutan hormon yang telah disiapkan atau mengoleskan bagian pangkal stek dengan hormon dalam bentuk pasta.  
    4. Penanaman stek pada media yang telah disiapkan dengan jarak tanam yang tidak terlalu lebar (rapat).  Stek juga dapat langsung ditanam pada media tanah dalam polybag.  
    5. Penutupan ruang bedeng stek dengan sungkup plastik trasparan di bawah naungan/paranet untuk menghindari intensitas cahaya yang terlalu tinggi.  
    6. Penyiraman media stek yang tidak terlalu basah untuk memberikan kelembaban yang optimal secara teratur sesuai dengan kebutuhan  
2.2.4. Cangkok  
Langkah-langkah dalam pembuatan cangkok  
    1. Membuat bidang cangkok dcngan menyayat atau mengupas kulit cabang sepanjang 5-10cm sehingga kambium terkelupas dan diusahakan agar kayu terlihat kering.  Penyayatan dilakukan dengan pisau atau cutter yang tajam dan steril,  
    2. Membungkus bidang cangkok dengan media yang telah disediakan yang terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang kemudian dibungkus dengan plastik hitam dan masing-masing ujung pembungkus diikat secara kuat dengan tali plastik.  
    3. Setelah terbentuk akar pada umur 3-4 bulan (dapat dilihat dengan cara membuka pembungkus cangkok), kemudian bagian yang telah dicangkok dipotong pada bagian bawah bidang cangkok dan dipisahkan dari pohon induknya.  
    4. Hasil cangkok ditempatkan pada tempat yang teduh yang telah disiapkan sebelum ditanam di lapangan.  
    5. Penanaman tanaman hasil cangkok pada lubang yang telah disiapkan diusahakan cukup dalam dengan jarak tanam rapat (1 x 1 m).  
  1. PENANAMAN  
Setelah bibit siap untuk ditanam, dalam kegiatan penanaman perlu memperhatikan persiapan lahan dan teknik penanaman.  
3.1.     Persiapan lahan
Pada umumnya kayu putih relatif mudah ditanam, terutama pada jenis tanah grumosol, latosol, maupun regosol.  Jarak tanam ideal pada hutan tanaman biasanya menggunakan 2 x 1 m, atau 3 x 1 m, untuk pola tanam tumpangsari.  
Pengolahan lahan dapat dilakukan dengan dicangkul atau untuk lahan yang topografinya datar dapat diolah dengan traktor.  Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan sistem cemplongan yaitu tanah yang diolah hanya seluas 1 M2 dari titik tanam.  Lubang tanam dapat dibuat dengan berbagai macam ukuran, tetapi yang dianjurkan adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm.  Lubang tanam dipupuk dengan kompos sebanyak 1-2 kg per lubang untuk memacu pertumbuhan awal tanaman.  
Pemasangan ajir dengan ukuran 50-80cm agar ajir mudah dilibat dan penanaman menjadi lebih mudah.  
3.2.     Teknik penanaman  
Material penanaman dapat berupa bibit dari persemaian, stump, maupun puteran.  Bibit kayu putih yang ditanam harus sehat, memiliki tinggi 30-50 cm dan dari segi fisik memiliki kenampakan daun yang hijau segar, cerah, daun utuh (tidak diserang penggerek daun), batang dan perakaran baik.  
Bibit memerlukan kelembaban yang tinggi sehingga pola penanaman lebih efektif apabila dilakukan pada saat curah hujan mulai tinggi (Januari - Februari).  
Bibit yang siap tanam dimasukan dalam lubang yang  telah disiapkan dan telah diisi kompas . Sobek polybag secara cermat jangan sampai mengenai akar muda. usahakan media tanah tetap padat agar akar tidak terhambat pertumbuhannya.  
Menimbun lubang galian dengan tanah, ratakan dengan permukaan tanah, kemudian sekitar batang tanaman tanahnya ditinggikan agar genangan air tidak terkumpul pada akar yang baru ditanam.  
  1. PEMELIHARAAN  
Tanaman kayu putih adalah jenis tanaman Yang tidak memerlukan pemeliharaan Yang intensif. Namun umur 1-2 tahun harus lebih diperhatikan dan dipelihara.  setelah berumur 2 tahun tanaman tetap dirawat, tetapi dengan intensitas Yang lebih rendah.
Kegiatan pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan (weeding), pendangiran, pemupukan dan pemangkasan batang.
4.1.     Penyulaman
Tanaman kayu putih yang mati di areal penanaman segera disulam agar diperoleh umur tegakan Yang sama dan dalam satuan jumlah pohon Yang seragam.  Tanaman Yang memiliki pertumbuban lambat atau tidak sehat segera diganti dengan bibit sulaman Yang baru agar pertumbuhan penanaman seragam dan optimum pertumbuhannya.  Selain itu tujuannya adalah untuk efisiensi penggunaan lahan agar lebib optimal.
4.2.     Penyiangan  
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan tanaman dari pengganggu (gulma) agar tidak tejadi kompetisi hara dengan tanaman pokok.
4.3.     Pendangiran  
Pendangiran merupakan pekerjaan menggemburkan tanah pada sekitar batang pokok.  Tujuannya adalah untuk memberikan aerasi tanah yang lebih baik dan sistem perakaran menjadi sehat.  
4.4.     Pemupukan  
Pemberian pupuk lanjutan di lapangan cukup menggunakan pupuk kandang secukupnya atau pupuk organik (NPK atau Urea) dengan dosis 100gr/pohon untuk memacu pertumbuhan perakaran batang maupun daun.  
Agar lebih efektif dan efesien, pekerjaan ini dilakukan bersamaan dengan pekerjaan pendangiran dan pada saat musim hujan.  
4.5.     Pemangkasan batang  
kegiatan pemangkasan ini bertujuan untuk permudaan cabang dan memudahkan dalam pemungutan daun.  Untuk tegakan yang telah berumur lebih dari 5 tahun sebaiknya dilakukan pemangkasan setinggi 1 m, dan sebaiknya pekerjaan ini dilakukan pada akhir musim kemarau atau menjelang musim hujan.  
PUSTAKA  
Adinugraha, Hamdan dan Hidayat Moko. 2000.  Pengaruh Bahan Tanaman Terhadap Kemampuan Trubusan Cabang pada Kegiatan Rejuvenasi M. cajuputi.  Puslitbang BPTH.  Yogyakarta  
Kantarli, Mustafa. 1993.  Vegetatif Propagation of Dipterocarpaceae by Cuttings in ASEAN Region.  ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project.  Thailand.  
Kasmudjo. 1982.  Dasar-Dasar Pengelolaan Minyak Kayu Pulih.  Yayasan Pembina Fakultas Kahutanan UGM.  Yogyakarta.  
Susanto,M.dan Ayit T.Hidayat. 1997, Laporan Tahunan Pembangunan Kebun Benih Uji Keturunan jenis Kayuputih. di Gungkidul BP3BTH.Yogyakarta. Susanto, M. 2001.  Keragaman Viabilitas Biji Melaleuca cajuputi sub sp.  Cajuputi dari 5 Provenance.  
Buletin Pemuliaan Pohon.P3BPTH, Yogyakarta.  Siagian, Y.Togu. dan hamdan A.A. 2001.Daya Pertunasan Cabang dan Keberhasilan StekPucuk Jenis Melaleuca cajuputi Pada Beberapa Macam Media.  Buletin Pemuliaan Pohon.  P3BPTH.  Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar